Pilih Sidang Atau Berdamai?
Pilih sidang atau berdamai?
(Spontan ku berkata) “Kami pilih sidang sajalah!”
Itu bagian ending
lirik dari sebuah lagu Morfem, Pilih Sidang Atau Berdamai - lagu yang berada di
album debut berjudul Indonesia. Tetapi jauh sebelum album tersebut di rilis,
lagu tersebut sudah di lepas sebagai single di dunia maya, waktu itu sekitar
pertengahan 2010 saya unduh di webzine musik independent tersohor Koh Eric,
deathrockstar.club.
Ketika pertama kali
mendengar lagu ini, liriknya bagaikan menghantam saya yang seketika langsung
teringat kekonyolan ditilang Pak Polisi pas SMP. Waktu itu motor saya yang di
tunggangi bersama teman tiba-tiba diberhentikan Polisi. Kita ditegur atas
kesalahan yang kita lupa lagi, ketika Pak Polisi minta pertanggung jawaban
terhadap kita, teman saya seketika malah menelpon salah satu sanak keluarganya
yang mungkin anggota Polisi juga. Dengan sedikit memberikan nasihat, akhirnya
Pak Polisi melepaskan kita. Cupu!
Salah satu adik
kelas saya pernah bercerita, dia menyarankan kepada saya andaikata suatu saat
nanti ditilang Polisi lebih baik minta sidang saja, tak usah kompromi untuk
berdamai. Katanya, masih mending sidang, dendanya tidak terlalu mahal dan aman
masuk kas negara.
Pertama, saat itu saya masih sangat
baru pulang dari seberang, belum ada waktu sama sekali untuk mengurus SIM.
Sementara itu saya hendak mengurus dokumen-dokumen ke almamater saya di
Cirebon, saya di antar teman saya yang sedikit ada keturunan Korea Utara.
Pertigaan Tiga Berlian sebelum sekolah saya keliahatannya sedang di adakan
razia, otomatis dengan spontan kita melipir putar balik. Ketika kita lanjut
jalan melewati jalan tersebut lagi, kita sepakat untuk diskusi dan mencari tempat
berhenti sebelum melewati razia Polisi tersebut. Namun sayang, saya kurang bisa
menentukan tempat berhenti yang baik, karena sekitar 5 meter dari tempat
berhenti kami itu ternyata Pos Polisi. Saya sudah tak ingat kalau sekitar
daerah tersebut adalah Pos Polisi. Langsunglah kami digiring untuk mengurus
proses di Pos Polisi. Waktu itu kesalahan kita adalah kaca spion yang hanya
terpasang satu. Semasuknya kita di Pos, Polisi tersebut sontak berkata “Mau tilang apa mau di bantu?”, saya
bingung, karena itu situasi pertama saya ditanya demikian oleh Aparat. Karena
sebelumnya juga saya belum pernah sidang dan ditilang dengan kondisi demikian,
dengan polos saya bertanya “Kalo ditilang
gimana, kalo dibantu gimana Pak?”, “Kalo ditilang nanti silahkan tanda tangan, kalo mau di bantu bayar
disini aja Rp. 20.000”, jawab Pak Polisi. Karena kekhawatiran takut
akan ribet nantinya, vor the virst time i ditilang, saya berusaha buat kompromi
dengan Polisi tersebut. Tetapi dengan menawar harga, menjadi Rp.10.000. Setelah
tawar menawar yang alot, Polisi tersebut tetap keukeuh dengan nominalnya,
dengan agak sedikit kesal saya keluarkan Rp. 30.000 dan segera keluar dari Pos
tersebut. Polisi tersebut saya lihat dengan biasa saja mengambil uang saya.
Kita berduapun melenggang menuju sekolah, melewati sekumpulan Polisi yang
sedang razia, aman karena sudah kena tilang.
Kedua, sebenarnya ini bukan saya yang
kena tilang. Tapi kakak kelas saya yang sudah menginap di kosan saya. Paginya
kita berangkat bareng, saya tak tahu kalau plat nomornya itu patah, alhasil
kita diturunkan Polisi. Padahal kemarinnya ketika dia hendak menuju kosan saya,
dia sudah kena tilang, karena Polisi tersebut memaklumi situasinya dia
dilepaskan. Berbeda dengan Polisi yang ini, berbagai macam alasan yang kita
lontarkan seolah tak membuatnya memaklumi kita. “Kalo masalah kaya gini aja kalian gak bisa atasi, kalian tidak lebih
pintar dari adek saya yang masih SMP, kan ini bisa diikat atau di las”,
kata Polisi tersebut, saya dengan kesal langsung menyela omongannya “Iyah Pak, kita mah emang gak lebih pintar dari adek
bapak”. Walaupun sempat bersitegang tak terima ditilang, akhirnya
kakak kelas saya pasrah untuk ditilang.
Ketiga, sepulang dari acara kumpul
bersama kawan lama dari UI, hari itu panas. Saya yang dari pagi kelelahan
nyetir terus minta gantian dengan teman yang saya bonceng. Belum juga berjalan
lebih dari 10 menit, di sektar Pekayon Bekasi, mungkin karena motor saya
ber-platkan E, karenanya tiba-tiba kita diberhentikan. Posisi saya saat itu
dibonceng dan setengah ketiduran. Polisi tersebut meminta saya menunjukan
surat-surat kelengakapan, saya bisa menunjukan STNK dan SIM, tetapi karena
waktu itu bukan saya yang nyetir, Polisi meminta teman saya untuk menunjukan
SIM. Saya berbisik kepada teman saya “Boga
SIM?”, balasnya “Henteu euy”.
Alhasil kita digiring ke Pos, Polisi yang menilang saya bilang ke Polisi
lainnya kalau bukan saya yang nyetir, tetapi teman saya. Senada dengan Polisi
lainnya, “Mau tilang apa mau dibantu?”-pun
tersirat dari Pak Polisi. Saya sebelumnya meminta form-biru, supaya bisa
langsung bayar denda tanpa harus ikut sidang. Polisi itu mengiyakan permintaan
saya, dengan menunjukan nominal denda form-biru “sesuai undang-undang”. Saya
kaget, nominal yang Polisi tersebut perlihatkan kepada kita, sangat jauh
berbeda dengan informasi yang saya baca di Internet. Yasudahlah, saya akhirnya
memilih sidang, dan menandatangani form-merah sebagai tanda setuju sidang. Kami
melanjutkan perjalanan, di depan kami melihat teman kamu yang lain yang
beruntung bisa lolos. Padahal motor tersebut ber-plat G dan sudah lewat
masanya. Mereka menertawakan kami.
Kita orang
terhormat, tanggung jawablah dengan apa yang diperbuat. Kalau kamu, “Pilih
Sidang Atau Berdamai?”, saya pilih sidang!.
0 komentar: