Pilih Sidang Atau Berdamai?

22.07 anggiprahesta 0 Comments


Pilih sidang atau berdamai?
(Spontan ku berkata) “Kami pilih sidang sajalah!”


Itu bagian ending lirik dari sebuah lagu Morfem, Pilih Sidang Atau Berdamai - lagu yang berada di album debut berjudul Indonesia. Tetapi jauh sebelum album tersebut di rilis, lagu tersebut sudah di lepas sebagai single di dunia maya, waktu itu sekitar pertengahan 2010 saya unduh di webzine musik independent tersohor Koh Eric, deathrockstar.club.
Ketika pertama kali mendengar lagu ini, liriknya bagaikan menghantam saya yang seketika langsung teringat kekonyolan ditilang Pak Polisi pas SMP. Waktu itu motor saya yang di tunggangi bersama teman tiba-tiba diberhentikan Polisi. Kita ditegur atas kesalahan yang kita lupa lagi, ketika Pak Polisi minta pertanggung jawaban terhadap kita, teman saya seketika malah menelpon salah satu sanak keluarganya yang mungkin anggota Polisi juga. Dengan sedikit memberikan nasihat, akhirnya Pak Polisi melepaskan kita. Cupu!

Salah satu adik kelas saya pernah bercerita, dia menyarankan kepada saya andaikata suatu saat nanti ditilang Polisi lebih baik minta sidang saja, tak usah kompromi untuk berdamai. Katanya, masih mending sidang, dendanya tidak terlalu mahal dan aman masuk kas negara.

Ini beberapa pengalaman saya ditilang oleh Polisi, simak …

Pertama, saat itu saya masih sangat baru pulang dari seberang, belum ada waktu sama sekali untuk mengurus SIM. Sementara itu saya hendak mengurus dokumen-dokumen ke almamater saya di Cirebon, saya di antar teman saya yang sedikit ada keturunan Korea Utara. Pertigaan Tiga Berlian sebelum sekolah saya keliahatannya sedang di adakan razia, otomatis dengan spontan kita melipir putar balik. Ketika kita lanjut jalan melewati jalan tersebut lagi, kita sepakat untuk diskusi dan mencari tempat berhenti sebelum melewati razia Polisi tersebut. Namun sayang, saya kurang bisa menentukan tempat berhenti yang baik, karena sekitar 5 meter dari tempat berhenti kami itu ternyata Pos Polisi. Saya sudah tak ingat kalau sekitar daerah tersebut adalah Pos Polisi. Langsunglah kami digiring untuk mengurus proses di Pos Polisi. Waktu itu kesalahan kita adalah kaca spion yang hanya terpasang satu. Semasuknya kita di Pos, Polisi tersebut sontak berkata “Mau tilang apa mau di bantu?”, saya bingung, karena itu situasi pertama saya ditanya demikian oleh Aparat. Karena sebelumnya juga saya belum pernah sidang dan ditilang dengan kondisi demikian, dengan polos saya bertanya “Kalo ditilang gimana, kalo dibantu gimana Pak?”, “Kalo ditilang nanti silahkan tanda tangan, kalo mau di bantu bayar disini aja Rp. 20.000”, jawab Pak Polisi. Karena kekhawatiran takut akan ribet nantinya, vor the virst time i ditilang, saya berusaha buat kompromi dengan Polisi tersebut. Tetapi dengan menawar harga, menjadi Rp.10.000. Setelah tawar menawar yang alot, Polisi tersebut tetap keukeuh dengan nominalnya, dengan agak sedikit kesal saya keluarkan Rp. 30.000 dan segera keluar dari Pos tersebut. Polisi tersebut saya lihat dengan biasa saja mengambil uang saya. Kita berduapun melenggang menuju sekolah, melewati sekumpulan Polisi yang sedang razia, aman karena sudah kena tilang.

Kedua, sebenarnya ini bukan saya yang kena tilang. Tapi kakak kelas saya yang sudah menginap di kosan saya. Paginya kita berangkat bareng, saya tak tahu kalau plat nomornya itu patah, alhasil kita diturunkan Polisi. Padahal kemarinnya ketika dia hendak menuju kosan saya, dia sudah kena tilang, karena Polisi tersebut memaklumi situasinya dia dilepaskan. Berbeda dengan Polisi yang ini, berbagai macam alasan yang kita lontarkan seolah tak membuatnya memaklumi kita. “Kalo masalah kaya gini aja kalian gak bisa atasi, kalian tidak lebih pintar dari adek saya yang masih SMP, kan ini bisa diikat atau di las”, kata Polisi tersebut, saya dengan kesal langsung menyela omongannya “Iyah Pak, kita mah emang gak lebih pintar dari adek bapak”. Walaupun sempat bersitegang tak terima ditilang, akhirnya kakak kelas saya pasrah untuk ditilang.

Ketiga, sepulang dari acara kumpul bersama kawan lama dari UI, hari itu panas. Saya yang dari pagi kelelahan nyetir terus minta gantian dengan teman yang saya bonceng. Belum juga berjalan lebih dari 10 menit, di sektar Pekayon Bekasi, mungkin karena motor saya ber-platkan E, karenanya tiba-tiba kita diberhentikan. Posisi saya saat itu dibonceng dan setengah ketiduran. Polisi tersebut meminta saya menunjukan surat-surat kelengakapan, saya bisa menunjukan STNK dan SIM, tetapi karena waktu itu bukan saya yang nyetir, Polisi meminta teman saya untuk menunjukan SIM. Saya berbisik kepada teman saya “Boga SIM?”, balasnya “Henteu euy”. Alhasil kita digiring ke Pos, Polisi yang menilang saya bilang ke Polisi lainnya kalau bukan saya yang nyetir, tetapi teman saya. Senada dengan Polisi lainnya, “Mau tilang apa mau dibantu?”-pun tersirat dari Pak Polisi. Saya sebelumnya meminta form-biru, supaya bisa langsung bayar denda tanpa harus ikut sidang. Polisi itu mengiyakan permintaan saya, dengan menunjukan nominal denda form-biru “sesuai undang-undang”. Saya kaget, nominal yang Polisi tersebut perlihatkan kepada kita, sangat jauh berbeda dengan informasi yang saya baca di Internet. Yasudahlah, saya akhirnya memilih sidang, dan menandatangani form-merah sebagai tanda setuju sidang. Kami melanjutkan perjalanan, di depan kami melihat teman kamu yang lain yang beruntung bisa lolos. Padahal motor tersebut ber-plat G dan sudah lewat masanya. Mereka menertawakan kami.

Kita orang terhormat, tanggung jawablah dengan apa yang diperbuat. Kalau kamu, “Pilih Sidang Atau Berdamai?”, saya pilih sidang!.

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Pages - Menu