SORE : Los Skut Leboys EP Release Party
Ketika rencana pulang ke rumah gagal berganti menjadi suatu berkah,
yaitu bisa ada di sebuah konser yang dikemas dalam rangka pemanasan untuk album
penuh ke-3 mereka, Los Skut Leboys, yang dicanangkan akan beredar sekitar akhir
Januari. Sebuah EP beserta majalah Rolling Stone edisi November 2014 disiapkan
sebagai tiket bagi mereka yang hendak datang di konser ini, EP berbentuk kaset
ini dicetak terbatas hanya untuk 500 pemegang tiket pertama.
EP ini berisi 4 lagu sebagai pemanasan mereka menuju album
selanjutnya. Ada track 8 sebagai pembuka di EP ini, lagu yang pada hari
tersebut juga dirilis sebagai single ke-2 di iTunes ditulis oleh Billy Saleh, partner Ade Paloh
di band Marsh Kids, sementara lirik lagu tersebut ditulis Ade. Dilanjutkan dengan
lagu yang berjudul Belajar Untuk Riang, sebuah judul yang menarik dari Bemby
sebagai pencipta lagu yang sekaligus didaulat membawakan lagu ini. Di Side B
dibuka dengan Para Plesirs, sebuah lagu yang nantinya bakal jadi anthem baru
buat saya saat travelling, satu-satunya lagu yang diciptakan oleh Echa di album
ini. Single pertama mereka yang dirilis 14 September lalu, menjadi
lagu terakhir di EP ini, yap! There Goes. Selain lagu yang saya sebut terakhir, semua lagu di EP tersebut
belum saya dengarkan karena perangkat walkman saya sedang masa service di
tukang servicenya, sementara siangnya saya gagal mendownload 8 di iTunes
perihal apple id saya yang error.
Selepas Maghrib saya masuk venue yang sore itu agak
dihiasi gerimis kecil. Sempat terlihat Awan, Bemby, Ade dan Executive Produser
mereka, Ronald Suraprdja berseliweran mondar manir. Sembari menunggu mulainya
acara, sempat bercakap dengan orang yang bertemu di Musholla pas Maghrib, juga
dengan salah satu awak media dari majalah Trax.
Sekitar jam 8, acara di mulai dengan
penampilan band instrumental yang entah namanya apa, mereka terlihat seperti
The Ventures atau The Shadows. Yang saya tahu lagu terakhir yang mereka bawakan
adalah lagu Panon Hideung yang dikemas apik dengan trio-gitar. Di sela-sela
penampilan mereka, saya melihat Sigit, vokalis Tigapagi yang menjadi salah satu
additional-player Sore mondar mandir, karena dia orang sunda saya tak sungkan
mendekatinya untuk melegalisir album Roekmana's Repertoire, sekalian dengan
album Marsh Kids yang saya bawa, foto barengpun wajib ketika sesama orang sunda
bertemu. Setelah itu, di samping stage terlihat sosok perempuan kalem, anggun
nan cantik, seketika saya bertanya kepada teman saya yang saat sore itu baru
kenal, "Sssst! itu Danilla kan?" tanya saya, ketika teman saya
mengiyakan, kita bertiga segera dengan tanpa ragu menghampirinya. Sebuah hal
yang lumrah ketika si pendengar ingin terlibat cakap langsung dengan Sang
Biduan, lagi-lagi berfoto barengpun salah satu ritual yang tak boleh
dilewatkan. Danilla, Sang Biduan yang murah senyum dan ramah, Danilla memang
ciamik.
Acara di lanjutkan dengan penampilan
band folk-rock, Bangkutaman yang memang sudah dijadwalkan tampil sebelum Sore
sebagai headliner. Saya tak terlalu tahu tentang band ini, hanya vokalis mereka
Wahyu Acum, founder dari blog #gilavinyl-lah yang saya tahu. Seketika Acum naik
ke stage dengan melempar bunga ke arah
crowd, mereka membawakan beberapa lagu yang saya tak tahu. Sebuah kejutan datang
di beberapa lagu terakhir, mereka mengundang Danilla untuk bernyanyi bersama
menyanyikan lagu Neil Young, Harvest Moon. Perhatian saya tetap tertuju pada
Danilla yang sembari bernyanyi memainkan pianika di lagu tersebut, Danilla
memang ciamik.
Akhirnya sekitar jam 9, terlihat
kesibukan para crew Sore menyiapkan set peralatan panggung. Konser kali ini
nampaknya tak ber-MC, hanya saja Ronald naik ke atas panggung untuk sekedar
memberi sambutan tentang album terbaru Sore, dia bertutur kalau EP yang
dibagikan sebagai tiket tersebut merupakan produksi manual dengan semangat
D.I.Y, sebuah nilai lebih dari sebuah kaset yang bukan cuma sekedar bingkisan
konser yang terbatas, tapi hasil karya seni yang dibuat dengan cara tak biasa.
Akhirnya satu persatu personel Sore
naik ke panggung, termasuk salah satu additional-player mereka, Adink yang saya
sangka itu adalah Mondo, salah satu pendiri Sore yang telah keluar. No Fruits
For Today di gagas sebagai track pembuka, anthemic! Lagu yang didaulat sebagai
salah satu lagu terbaik Indonesia sepanjang masa ini memulai interaksi Sore
dengan para pendengar Sore (re: Sorealist) yang serentak bernyanyi bersama di
bagian reffrain "I love You When You Love Me, We'll Gonna Make A Big
Family", lirik reffrain yang tak pernah bosan dan memang selalu pas untuk
di suarakan bersama saat konser. Lagu yang dipersembahkan kepada sahabat
mereka, Ramondo Gascaro. Seperti isu-isu tentang konser ini yang mereka bahas
di akun socmed mereka, bahwasannya mereka akan membawakan lagu-lagu yang jarang
mereka mainkan sebagai penyegaran terhadap Centralismo dan Ports Of Lima itu
terbukti dengan Bogor Biru di lagu ke-2, dan beberpa konsep Sore yang akan memasukan
alat musik tiup dan gesekpun memang nyata adanya, Musim Ujan sebagai lagu ke-3
di hiasi dengan permainan flute oleh seorang yang tak berambut, entah siapa.
Lagu yang berada di album Sorealist ini cukup membuat hanyut para penonton
untuk bernyanyi bersama.
8, lagu baru mereka untuk pertama
kalinya dibawakan LIVE, penonton semua terlihat khusyuk mendengarkan lagu yang
masih tak akrab ditelinga. Sekilas lagu ini memang asyik, tapi ah sudahlah saya
tak mau berasumsi jauh sebelum mendengarkan seksama tentang lagu ini.
Formasi di lagu ke-6 berubah, set
akustik untuk lagu Silly Little Thing yang dibawakan Ade dan Adink di gitar
memaksa personel lainnya turun panggung sejenak. Lagu yang dalam format aslinya
berduet dengan penyanyi Malaysia, Atillia Haron ini apik dibawakan dalam format
akustik, terlebih permainan gitar Adink yang asyik kembali memaksa penonton
untuk tak ragu ikut bernyanyi bersama di lagu ini. Adink memang terlihat
seperti orang yang kalau kata orang sunda "Garang Gusuh" pada malam
itu. Lagi-lagi masih dalam suasana
akustik, kali ini Sigit yang di daulat untuk tampil bersama Ade, sejenak Ade
mengambil satu batang rokok dan menyumbunya sambil bernyanyi untuk lagu ini.
Salah satu lagu paling favorit saya dari band ini, lagu yang selalu membawa
saya seolah bergeming tak bersua sebelum tidur saat masih di seberang sana,
lagu yang bisa menghanyutkan saya ditengah persoalan pelik, Apatis Ria sukses
membius penonton dalam kecekaman.
Nyatanya Awan memang yang lebih
banyak berbicara di malam itu, celetukan-celetukannya untuk menyambung dari
satu lagu ke lagu lainnya dengan Ade mampu membuat para penonton tertawa, sebuah
kewajaran karena mereka sudah berteman dari kecil. Selanjutnya kembali salah
satu lagu favorit saya yang bernuansa religi dari album Centralismo,
Keangkuhanku dibawakan eksklusif oleh Echa dengan Gibson SG-nya. Untuk kali
pertama mungkin lagu ini dibawakan, Echa dengan suara khasnya memang sangat pas
untuk lagu ini. Semula saya kira Aku yang dibawakan, ternyata saya salah. Masih Echa yang berdendang, lagu ciptaanya di
album terbaru nanti dbawakan, Para
Plesirs. Lagu yang cukup riang ini, mungkin bakal jadi lagu soundtrack saya
untuk travelling, yang menarik adalah permainan gitar Echa di lagu ini, sungguh
menyiratkan sebuah rasa penasaran. Sekilas tampak bakal menarik permainan
gitaris flamboyan ini di beberapa lagu baru Sore, termasuk lagu ciptaannya ini.
Seperti biasa, penonton masih asing dengan lagu baru mereka. Masih dari
Centarlsimo, kali ini ada Ambang, tepuk tangan riuh datang dari tangan para
penonton yang apresiatif disuguhkan lagu-lagu yang jarang Sore bawakan. Lagu
ke-11 adalah Fiksinesia, lagu baru yang katanya bercerita tentang kota Bandung.
Konon di lagu ini Ajie Gergaji dari Themilo ikut menyumbangkan permainan gitarnya.
Sepertinya lagu ini cukup suram.
Saatnya Bemby unjuk gigi, dari pojok
belakang set-drum-nya, dia mulai dengan lagu riang yang ciamik, Etalase,
dibawakan berduet dengan Awan di vokal. Lagu yang selalu membawa keriangan
untuk saya, karena liriknya yang saya suka. Lagu yang siapapun orang yang
mendengarnya tak akan menolak buat ikut berdendang, Etalase adalah nafas Sore
dalam ramuan Jazz riang, catchy!. Masih Bemby, sebelum dia membawakan lagu
Belajar Untuk Riang (BLUR), dia menuturkan dibalik kisah inspiratif proses
penciptaan lagu tersebut. Sebuah peristiwa ketika seorang anak mengemis di
jalanan, seketika turun hujan yang tak membuat sang anak tersebut pergi untuk
berteduh, melainkan menadahkan mukanya yang dia biarkan kehujanan lalu tetap
tersenyum. Posisipun berubah, Bemby yang selalu ada di belakang, maju ke depan
dengan menenteng gitar akustik, biola dan flute mewarnai Bemby menyanyikan lagu
ini. Saya seolah disuguhkan nuansa orkestra di lagu ini. Selanjutnya 400 Elegi
dibawakan Bemby dengan format akustik, lagu yang ada di Porst Of Lima ini
memang lebih pas dibawakan akustik di tengah-tengah konser tersebut. Saya lupa,
apakah Ade juga ikut dalam lagu ini, yang jelas 3 lagu Bemby bernyanyi tak
mengubah antusias penonton untuk tetap ikut bernyanyi bersama. 3 lagu yang
membuktikan kalau Bemby tak hanya berskill drum, sebagai pencipta sekaligus
penyanyi dia juga mampu lakukan.
There Goes, sebagai lagu ke-15
adalah satu-satunya alasan para penonton ikut berpartisipasi diantara lagu-lagu
baru yang mereka bawakan malam itu. Lagu yang ringan, tak salah menempatkan
lagu ini single pertama yang dibuat sebagai gambaran untuk lagu-lagu Sore
berikutnya. Entah di lagu ini apa lagu
beikutnya Come By Sanjurou, dimana di penghujung lagu Bemby sedikit memamerkan
skill drumnya. Set tata lampu panggung sekektika gelap, seolah menungu
datangnya cahaya kearifan dari ujung belakang sana. Come By Sanjurou, lagu yang
berasal dari Ports Of Lima yang sama sekali saya tak menyangka akan mereka
bawakan. Acara masih berlanjut, waktu semakin larut. Wacana mereka yang akan
membawakn 17 lagu kini tersisa 1 lagu saja, semua orang sudah bisa menebak lagu
terakhir tersebut. Tapi lagu ke-17 yang mungkin akan mengakhiri konser mereka
saat itu tak sesuai pikiran saya, sebuah lagu yang berasal dari paruh 60-an,
mematahkan semua anggapan penonton kalau konser tersebut tersisa 1 lagu lagi.
Tidak! Lagu tersebut tidak bakalan dijadikan closing konser mereka, jadi masih
ada kemungkinan setelah lagu ini mereka pasti akan membawakan beberapa lagu lagi.
Pergi Tanpa Pesan, sebuah lagu mendayu yang bisa membuat orang terperangah, ini
kali ke-2 saya melihat mereka, saya tak mau fokus saya terganggu hanya untuk
merekam mereka membawakan lagu ini, Inilah lagu yang menggambarkan Sore
seuruhnya, Indonesiana Rock Revival. Ade begitu sangat syahdu memainkan
trumpetnya di lagu ini, sejuk. Anggapan konser akan berakhirpun semakin tak
terbenarkan, ketika mereka mengundang Aghi Narottama untuk berduet di salah
satu lagu Sore era Ports Of Lima. Lagu yang sudah bisa saya tebak, Karolina.
Menurut saya lagu ini seperti mempunyai daya magis, khusunya di permainan
gitarnya, perpindahan sound di awal dan bagian reffrain itulah yang saya suka.
FYI, Aghi Narottama adalah salah satu produser Sore ketika album Sorealist, dia
adalah orang yang berprofesi sebagai film scorring, dia juga eks-LAIN.
Akhirnya konser akan segera
berakhir, kali ini anggapan semua orang tak bisa dipatahkan. Pasti lagu ini
yang akan menutup pemanasan mereka malam itu. Sssst! sebagai persembahan terakhir
akhirnya digeber, lagu yang berlirik Gila! lagu tang khusus dibuat agar orang
bisa berdansa-dansa kecil malu-malu. Lagu yang mengembalikan kepercayaan mereka
untuk akhirnya merasa pantas merilis Los Skut Leboys, lagu yang senagai
jembatan Sore dari Ports Of Lima ke album berikutnya, lagu asyik Sore tanpa
Mondo, jelas di lagu ini ada sediki taste Sore yang hilang, tapi Sssst!
meyakinkan saya, walau tana Mondo, Sore masih tetap bisa membuat lagu bagus
dengan suasana baru. Ketika Sssst! selesai digagas, permintaan encore dari
penonton menyeruak. Sore menyanggupinya, mereka akan membawakan lagu yang
dipinta penonton. Semua penonton ikut berteriak, ada yang ingin Funk The Hole,
Setengah Lima, dll. Saya sendiri berharap Echa membawakan Aku sebagai encore.
Nyataya Awan menegaskan Setengah Lima -lah yang akan jadi persembahan terakhir.
Merinding, suasana yang saya dapat ketika mendengar lagu ini, khususnya di
bagian tengah lagu, yang teknik vokalnya berubah menjadi lebih datar. Apapun
itu semua terhanyut dalam akhir 2 jam yang mereka dambakan, konser berakhir
dengan applause dari penonton. Saya puas menonton konser tersebut, apalagi
berada di shaf paling depan.
Tak menyegerakan pulang, memburu
legalisirpun tak disiakan ketika para pengisi acara turun dari panggung.
Centralismo, Ports Of Lima, Sorealist dan EP mereka berhasil di legalisir
komplit semua personel kecuali Awan yang tak terlihat. Sementara Bemby kaget
tek percaya, ketika saya menyodorkan 2 kaset LAIN kepadanya, dimana Bemby saja
tidak mempunyai album band dulunya tersebut. Ini beberapa foto ketika konser.
0 komentar: