SORE : Los Skut Leboys EP Release Party

22.46 anggiprahesta 0 Comments


Ketika rencana pulang ke rumah gagal berganti menjadi suatu berkah, yaitu bisa ada di sebuah konser yang dikemas dalam rangka pemanasan untuk album penuh ke-3 mereka, Los Skut Leboys, yang dicanangkan akan beredar sekitar akhir Januari. Sebuah EP beserta majalah Rolling Stone edisi November 2014 disiapkan sebagai tiket bagi mereka yang hendak datang di konser ini, EP berbentuk kaset ini dicetak terbatas hanya untuk 500 pemegang tiket pertama.

EP ini berisi 4 lagu sebagai pemanasan mereka menuju album selanjutnya. Ada track 8 sebagai pembuka di EP ini, lagu yang pada hari tersebut juga dirilis sebagai single ke-2 di iTunes  ditulis oleh Billy Saleh, partner Ade Paloh di band Marsh Kids, sementara lirik lagu tersebut ditulis Ade. Dilanjutkan dengan lagu yang berjudul Belajar Untuk Riang, sebuah judul yang menarik dari Bemby sebagai pencipta lagu yang sekaligus didaulat membawakan lagu ini. Di Side B dibuka dengan Para Plesirs, sebuah lagu yang nantinya bakal jadi anthem baru buat saya saat travelling, satu-satunya lagu yang diciptakan oleh Echa di album ini. Single pertama mereka yang dirilis 14 September lalu, menjadi lagu terakhir di EP ini, yap! There Goes. Selain lagu yang saya sebut terakhir, semua lagu di EP tersebut belum saya dengarkan karena perangkat walkman saya sedang masa service di tukang servicenya, sementara siangnya saya gagal mendownload 8 di iTunes perihal apple id saya yang error.

Selepas  Maghrib saya masuk venue yang sore itu agak dihiasi gerimis kecil. Sempat terlihat Awan, Bemby, Ade dan Executive Produser mereka, Ronald Suraprdja berseliweran mondar manir. Sembari menunggu mulainya acara, sempat bercakap dengan orang yang bertemu di Musholla pas Maghrib, juga dengan salah satu awak media dari majalah Trax.

Sekitar jam 8, acara di mulai dengan penampilan band instrumental yang entah namanya apa, mereka terlihat seperti The Ventures atau The Shadows. Yang saya tahu lagu terakhir yang mereka bawakan adalah lagu Panon Hideung yang dikemas apik dengan trio-gitar. Di sela-sela penampilan mereka, saya melihat Sigit, vokalis Tigapagi yang menjadi salah satu additional-player Sore mondar mandir, karena dia orang sunda saya tak sungkan mendekatinya untuk melegalisir album Roekmana's Repertoire, sekalian dengan album Marsh Kids yang saya bawa, foto barengpun wajib ketika sesama orang sunda bertemu. Setelah itu, di samping stage terlihat sosok perempuan kalem, anggun nan cantik, seketika saya bertanya kepada teman saya yang saat sore itu baru kenal, "Sssst! itu Danilla kan?" tanya saya, ketika teman saya mengiyakan, kita bertiga segera dengan tanpa ragu menghampirinya. Sebuah hal yang lumrah ketika si pendengar ingin terlibat cakap langsung dengan Sang Biduan, lagi-lagi berfoto barengpun salah satu ritual yang tak boleh dilewatkan. Danilla, Sang Biduan yang murah senyum dan ramah, Danilla memang ciamik.

Acara di lanjutkan dengan penampilan band folk-rock, Bangkutaman yang memang sudah dijadwalkan tampil sebelum Sore sebagai headliner. Saya tak terlalu tahu tentang band ini, hanya vokalis mereka Wahyu Acum, founder dari blog #gilavinyl-lah yang saya tahu. Seketika Acum naik ke stage dengan  melempar bunga ke arah crowd, mereka membawakan beberapa lagu yang saya tak tahu. Sebuah kejutan datang di beberapa lagu terakhir, mereka mengundang Danilla untuk bernyanyi bersama menyanyikan lagu Neil Young, Harvest Moon. Perhatian saya tetap tertuju pada Danilla yang sembari bernyanyi memainkan pianika di lagu tersebut, Danilla memang ciamik.

Akhirnya sekitar jam 9, terlihat kesibukan para crew Sore menyiapkan set peralatan panggung. Konser kali ini nampaknya tak ber-MC, hanya saja Ronald naik ke atas panggung untuk sekedar memberi sambutan tentang album terbaru Sore, dia bertutur kalau EP yang dibagikan sebagai tiket tersebut merupakan produksi manual dengan semangat D.I.Y, sebuah nilai lebih dari sebuah kaset yang bukan cuma sekedar bingkisan konser yang terbatas, tapi hasil karya seni yang dibuat dengan cara tak biasa.

Akhirnya satu persatu personel Sore naik ke panggung, termasuk salah satu additional-player mereka, Adink yang saya sangka itu adalah Mondo, salah satu pendiri Sore yang telah keluar. No Fruits For Today di gagas sebagai track pembuka, anthemic! Lagu yang didaulat sebagai salah satu lagu terbaik Indonesia sepanjang masa ini memulai interaksi Sore dengan para pendengar Sore (re: Sorealist) yang serentak bernyanyi bersama di bagian reffrain "I love You When You Love Me, We'll Gonna Make A Big Family", lirik reffrain yang tak pernah bosan dan memang selalu pas untuk di suarakan bersama saat konser. Lagu yang dipersembahkan kepada sahabat mereka, Ramondo Gascaro. Seperti isu-isu tentang konser ini yang mereka bahas di akun socmed mereka, bahwasannya mereka akan membawakan lagu-lagu yang jarang mereka mainkan sebagai penyegaran terhadap Centralismo dan Ports Of Lima itu terbukti dengan Bogor Biru di lagu ke-2, dan beberpa konsep Sore yang akan memasukan alat musik tiup dan gesekpun memang nyata adanya, Musim Ujan sebagai lagu ke-3 di hiasi dengan permainan flute oleh seorang yang tak berambut, entah siapa. Lagu yang berada di album Sorealist ini cukup membuat hanyut para penonton untuk bernyanyi bersama.

8, lagu baru mereka untuk pertama kalinya dibawakan LIVE, penonton semua terlihat khusyuk mendengarkan lagu yang masih tak akrab ditelinga. Sekilas lagu ini memang asyik, tapi ah sudahlah saya tak mau berasumsi jauh sebelum mendengarkan seksama tentang lagu ini. Formasi  di lagu ke-6 berubah, set akustik untuk lagu Silly Little Thing yang dibawakan Ade dan Adink di gitar memaksa personel lainnya turun panggung sejenak. Lagu yang dalam format aslinya berduet dengan penyanyi Malaysia, Atillia Haron ini apik dibawakan dalam format akustik, terlebih permainan gitar Adink yang asyik kembali memaksa penonton untuk tak ragu ikut bernyanyi bersama di lagu ini. Adink memang terlihat seperti orang yang kalau kata orang sunda "Garang Gusuh" pada malam itu.  Lagi-lagi masih dalam suasana akustik, kali ini Sigit yang di daulat untuk tampil bersama Ade, sejenak Ade mengambil satu batang rokok dan menyumbunya sambil bernyanyi untuk lagu ini. Salah satu lagu paling favorit saya dari band ini, lagu yang selalu membawa saya seolah bergeming tak bersua sebelum tidur saat masih di seberang sana, lagu yang bisa menghanyutkan saya ditengah persoalan pelik, Apatis Ria sukses membius penonton dalam kecekaman.

Nyatanya Awan memang yang lebih banyak berbicara di malam itu, celetukan-celetukannya untuk menyambung dari satu lagu ke lagu lainnya dengan Ade mampu membuat para penonton tertawa, sebuah kewajaran karena mereka sudah berteman dari kecil. Selanjutnya kembali salah satu lagu favorit saya yang bernuansa religi dari album Centralismo, Keangkuhanku dibawakan eksklusif oleh Echa dengan Gibson SG-nya. Untuk kali pertama mungkin lagu ini dibawakan, Echa dengan suara khasnya memang sangat pas untuk lagu ini. Semula saya kira Aku yang dibawakan, ternyata saya salah.  Masih Echa yang berdendang, lagu ciptaanya di album terbaru nanti  dbawakan, Para Plesirs. Lagu yang cukup riang ini, mungkin bakal jadi lagu soundtrack saya untuk travelling, yang menarik adalah permainan gitar Echa di lagu ini, sungguh menyiratkan sebuah rasa penasaran. Sekilas tampak bakal menarik permainan gitaris flamboyan ini di beberapa lagu baru Sore, termasuk lagu ciptaannya ini. Seperti biasa, penonton masih asing dengan lagu baru mereka. Masih dari Centarlsimo, kali ini ada Ambang, tepuk tangan riuh datang dari tangan para penonton yang apresiatif disuguhkan lagu-lagu yang jarang Sore bawakan. Lagu ke-11 adalah Fiksinesia, lagu baru yang katanya bercerita tentang kota Bandung. Konon di lagu ini Ajie Gergaji dari Themilo ikut menyumbangkan permainan gitarnya. Sepertinya lagu ini cukup suram.

Saatnya Bemby unjuk gigi, dari pojok belakang set-drum-nya, dia mulai dengan lagu riang yang ciamik, Etalase, dibawakan berduet dengan Awan di vokal. Lagu yang selalu membawa keriangan untuk saya, karena liriknya yang saya suka. Lagu yang siapapun orang yang mendengarnya tak akan menolak buat ikut berdendang, Etalase adalah nafas Sore dalam ramuan Jazz riang, catchy!. Masih Bemby, sebelum dia membawakan lagu Belajar Untuk Riang (BLUR), dia menuturkan dibalik kisah inspiratif proses penciptaan lagu tersebut. Sebuah peristiwa ketika seorang anak mengemis di jalanan, seketika turun hujan yang tak membuat sang anak tersebut pergi untuk berteduh, melainkan menadahkan mukanya yang dia biarkan kehujanan lalu tetap tersenyum. Posisipun berubah, Bemby yang selalu ada di belakang, maju ke depan dengan menenteng gitar akustik, biola dan flute mewarnai Bemby menyanyikan lagu ini. Saya seolah disuguhkan nuansa orkestra di lagu ini. Selanjutnya 400 Elegi dibawakan Bemby dengan format akustik, lagu yang ada di Porst Of Lima ini memang lebih pas dibawakan akustik di tengah-tengah konser tersebut. Saya lupa, apakah Ade juga ikut dalam lagu ini, yang jelas 3 lagu Bemby bernyanyi tak mengubah antusias penonton untuk tetap ikut bernyanyi bersama. 3 lagu yang membuktikan kalau Bemby tak hanya berskill drum, sebagai pencipta sekaligus penyanyi dia juga mampu lakukan.

There Goes, sebagai lagu ke-15 adalah satu-satunya alasan para penonton ikut berpartisipasi diantara lagu-lagu baru yang mereka bawakan malam itu. Lagu yang ringan, tak salah menempatkan lagu ini single pertama yang dibuat sebagai gambaran untuk lagu-lagu Sore berikutnya.  Entah di lagu ini apa lagu beikutnya Come By Sanjurou, dimana di penghujung lagu Bemby sedikit memamerkan skill drumnya. Set tata lampu panggung sekektika gelap, seolah menungu datangnya cahaya kearifan dari ujung belakang sana. Come By Sanjurou, lagu yang berasal dari Ports Of Lima yang sama sekali saya tak menyangka akan mereka bawakan. Acara masih berlanjut, waktu semakin larut. Wacana mereka yang akan membawakn 17 lagu kini tersisa 1 lagu saja, semua orang sudah bisa menebak lagu terakhir tersebut. Tapi lagu ke-17 yang mungkin akan mengakhiri konser mereka saat itu tak sesuai pikiran saya, sebuah lagu yang berasal dari paruh 60-an, mematahkan semua anggapan penonton kalau konser tersebut tersisa 1 lagu lagi. Tidak! Lagu tersebut tidak bakalan dijadikan closing konser mereka, jadi masih ada kemungkinan setelah lagu ini mereka pasti akan membawakan beberapa lagu lagi. Pergi Tanpa Pesan, sebuah lagu mendayu yang bisa membuat orang terperangah, ini kali ke-2 saya melihat mereka, saya tak mau fokus saya terganggu hanya untuk merekam mereka membawakan lagu ini, Inilah lagu yang menggambarkan Sore seuruhnya, Indonesiana Rock Revival. Ade begitu sangat syahdu memainkan trumpetnya di lagu ini, sejuk. Anggapan konser akan berakhirpun semakin tak terbenarkan, ketika mereka mengundang Aghi Narottama untuk berduet di salah satu lagu Sore era Ports Of Lima. Lagu yang sudah bisa saya tebak, Karolina. Menurut saya lagu ini seperti mempunyai daya magis, khusunya di permainan gitarnya, perpindahan sound di awal dan bagian reffrain itulah yang saya suka. FYI, Aghi Narottama adalah salah satu produser Sore ketika album Sorealist, dia adalah orang yang berprofesi sebagai film scorring, dia juga eks-LAIN.

Akhirnya konser akan segera berakhir, kali ini anggapan semua orang tak bisa dipatahkan. Pasti lagu ini yang akan menutup pemanasan mereka malam itu. Sssst! sebagai persembahan terakhir akhirnya digeber, lagu yang berlirik Gila! lagu tang khusus dibuat agar orang bisa berdansa-dansa kecil malu-malu. Lagu yang mengembalikan kepercayaan mereka untuk akhirnya merasa pantas merilis Los Skut Leboys, lagu yang senagai jembatan Sore dari Ports Of Lima ke album berikutnya, lagu asyik Sore tanpa Mondo, jelas di lagu ini ada sediki taste Sore yang hilang, tapi Sssst! meyakinkan saya, walau tana Mondo, Sore masih tetap bisa membuat lagu bagus dengan suasana baru. Ketika Sssst! selesai digagas, permintaan encore dari penonton menyeruak. Sore menyanggupinya, mereka akan membawakan lagu yang dipinta penonton. Semua penonton ikut berteriak, ada yang ingin Funk The Hole, Setengah Lima, dll. Saya sendiri berharap Echa membawakan Aku sebagai encore. Nyataya Awan menegaskan Setengah Lima -lah yang akan jadi persembahan terakhir. Merinding, suasana yang saya dapat ketika mendengar lagu ini, khususnya di bagian tengah lagu, yang teknik vokalnya berubah menjadi lebih datar. Apapun itu semua terhanyut dalam akhir 2 jam yang mereka dambakan, konser berakhir dengan applause dari penonton. Saya puas menonton konser tersebut, apalagi berada di shaf paling depan.

Tak menyegerakan pulang, memburu legalisirpun tak disiakan ketika para pengisi acara turun dari panggung. Centralismo, Ports Of Lima, Sorealist dan EP mereka berhasil di legalisir komplit semua personel kecuali Awan yang tak terlihat. Sementara Bemby kaget tek percaya, ketika saya menyodorkan 2 kaset LAIN kepadanya, dimana Bemby saja tidak mempunyai album band dulunya tersebut. Ini beberapa foto ketika konser.

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Pages - Menu